Konflik
antara Israel dan Palestina semakin memanas. Berdasarkan berita terkini,
tepatnya Senin, 17 Mei 2021, militer Israel melakukan serangan udara di Jalur
Gaza yang menyasar rumah dan infrastruktur kelompok Hamas. Berdasarkan laporan
CNN, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sejak konflik pekan lalu sudah ada 212
orang yang meninggal, sementara 1.400 orang dikabarkan mengalami luka-luka.
Sementara
menurut Pasukan Pertahanan Israel (IDF), kelompok militan Palestina, Hamas,
yang menguasai Jalur Gaza, juga menembakkan roket dan menewaskan
sekurang-kurangnya 10 orang di Israel, termasuk dua anak. Selama beberapa pekan
ini, sebagaimana diwartakan NBC Boston, pengunjuk rasa Palestina dan polisi
Israel juga mengalami bentrok di sekitar Kota Tua Yerusalem, tempat situs
keagamaan suci bagi orang Yahudi, Kristen dan Muslim. Yerusalem adalah tempat
titik konfrontasi antara orang Yahudi dan Arab selama kurang lebih seabad dan
menjadi salah satu kota yang diperebutkan. Sampai tahun 1948, penyebutan
Palestina biasanya mengacu pada wilayah geografis yang terletak di antara Laut
Mediterania dan Sungai Yordan. Orang Arab menyebut wilayah itu sebagai orang
Palestina sejak awal abad ke-20. Inggris sempat menguasai daerah tersebut
setelah Kekaisaran Ottoman kalah dalam Perang Dunia I. Kemudian, tanah itu
dihuni oleh minoritas Yahudi dan mayoritas Arab. Setelah lebih dari dua dekade
pemerintahan Inggris, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengusulkan rencana untuk
membagi Palestina menjadi dua bagian yakni, negara Yahudi merdeka dan negara
Arab merdeka. Sementara Kota Yerusalem yang diklaim sebagai ibu kota oleh orang
Yahudi, akan menjadi wilayah internasional dengan status khusus.
Awal
Mula Konflik Israel-Palestina Para pemimpin Yahudi menerima rencana PBB, tetapi
banyak orang Palestina menentangnya, khususnya mereka yang melawan kepentingan
Inggris di kawasan itu selama beberapa dekade. Pada tahun 1949, Inggris menarik
diri dari Palestina dan Israel mendeklarasikan dirinya sebagai negara merdeka.
Kala itu, warga Palestina merasa keberatan, dan negara-negara Arab dimobilisasi
untuk mencegah pembentukan negara Israel. Kejadian itu menyebabkan Perang
Arab-Israel pada tahun 1948. Ketika perang berakhir, Israel sudah menguasai
sebagian besar wilayah bekas kekuasaan Inggris, termasuk menguasai sebagian
besar wilayah Yerusalem. Sementara Yordania menguasai Tepi Barat dan Mesir
menguasai Gaza. Menurut PBB, lebih dari setengah populasi Arab Palestina
melarikan diri dan diusir. Tidak berhenti sampai di situ, perang dan konflik
terus terjadi. Tepat di tahun 1967, atau dikenal sebagai Perang Enam Hari,
Israel kembali merebut Jalur Gaza dan Semenanjung Sinai dari Mesir. Mereka juga
merebut Dataran Tinggi Golan dari Suriah. Serta merebut Tepi Barat dan
Yerusalem timur dari Yordania. Alasanya adalah agresi Arab di perbatasannya.
Kendati demikian, Israel menawarkan diri untuk mengembalikan wilayah yang sudah
mereka rebut itu dengan imbalan: Arab harus mengakui hak Israel untuk hidup dan
memberikan jaminan atas serangan di masa depan. Namun, tawaran itu ditolak oleh
para pemimpin Arab. Hanya Mesir yang akan merundingkan kembalinya Semenanjung
Sinai dengan tawaran pengakuan diplomatik penuh atas Israel. Pendudukan Israel
yang terus berlanjut di wilayah orang Palestina ini telah menyebabkan konflik
dan kekerasan selama beberapa dekade. Namun demikian, pemimpin arus utama
Palestina masih menginginkan kesepakatan damai dan mencari solusi atas konflik
dua negara. Orang Yahudi terus membangun pemukiman di tanah yang diduduki.
Sementara itu masyarakat internasional terus bereaksi atas pecahnya lagi konflik Israel dan Palestina di Yerusalem.Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan Presiden Joe Biden sangat prihatin atas kekerasan yang terjadi. Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab dalam cuitannya mengatakan serangan roket "harus dihentikan" dan menyerukan agar diakhiri "sasaran warga sipil."
Juru bicara kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell mengatakan kekerasan di Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur, "harus dihentikan segera."Juru bicara Kantor PBB untuk Hak Asasi Manusia, Rupert Colville mengatakan "sangat prihatin" dan mengecam "semua yang memicu kekerasan dan provokasi." Konflik itu berawal saat para warga Palestina memprotes rencana Israel untuk menggusur mereka dari kawasan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur dalam rangka perluasan permukiman Yahudi. Aksi protes usai salat Jumat pada 7 Mei lalu itu berlanjut dengan bentrokan polisi Israel dan sejak itu terus berlangsung. Sementara itu, AS, Uni Eropa, dan Inggris telah mendesak Israel dan Palestina untuk meredakan ketegangan sesegera mungkin.
Sumber
: BBC
0 Komentar